Jumat, 27 Juni 2014

Kasus Komisi Pengawasan Persaingan Usaha

Kasus Kartel Bawang

Sindonews.com
      Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) mengungkapkan bahwa pilihan kebijakan kuota yang dikeluarkan Kementerian Perdagangan (Kemendag) tidak memiliki dasar. Sejak awal didesain, kebijakan ini sudah salah dan ini seharusnya disadari oleh Kemendag dan Kementerian Pertanian (Kementan).

      "Dalam kasus kebijakan kuota bawang putih, dalam kasus ini kan hampir 100 persen impor untuk memenuhi kebutuhan domestik. Menurut pelaku usaha, mereka sejak tahun 90-an sudah tidak menjual bawang putih lokal, semuanya impor. Artinya, pilihan kebijakan kuota tidak ada dasarnya," ungkap anggota KPPU Syarkawi Rauf ketika dihubungi Sindonews, Sabtu (22/3/2014).

      Di setiap text book ekonomi internasional, dia menjelaskan, kebijakan kuota dilakukan untuk melindungi produsen dalam negeri. Namun untuk kasus bawang putih, dirinya tidak mengerti produsen mana yang akan dilindungi. Selanjutnya, implementasi yang kacau tersebut membuat pelaku usaha mengambil tindakan dan memanfaatkan kekacauan kebijakan pemerintah tersebut.

      Dalam investigasinya, KPPU menemukan pemberian Rekomendasi Impor Produk Holtikultura (RIPH) yang dilakukan pemerintah tanpa melakukan pemeriksaan secara mendetail. Pasalnya, KPPU menemukan importir yang memiliki lebih dari satu perusahaan yang masing-masing mendapatkan kuota.

      "RIPH diberikan kepada importir terdaftar tanpa melihat dan mendeteksi kepemilikannya. Satu importir bisa memiliki dua atau tiga perusahaan yang masing-masing mendapatkan kuota," ujar dia.

      Selain itu, KPPU juga menemukan jabatan rangkap di beberapa perusahaan, kecenderungan kerja sama antara distributor dan importir dalam satu jaringan yang memungkinkan terjadinya koordinasi untuk menghalau pasokan.

      "Dari awal kebijakan sudah salah. Maksud saya, ini yang harus disadari pemerintah. Daripada mengajukan banding, lebih baik kebijakan itu dirapikan dan sistem kuota itu seharusnya dihilangkan," ujar dia.

      Jika memang untuk melindungi konsumen, menurut Syarkawi, bukan dengan pemberlakuan kuota, melainkan bisa dengan pemberlakuan bea masuk atau dengan menerapkan Standar Nasional Indonesia (SNI) untuk menghindari kualitas bawang putih yang rendah.

      "Jangan membuat kuota, itu bukan alasan. Kebijakan salah akan membuat harga domestik naik," tandas dia.

Analisis :

Menurut saya KKPU harus bisa mengatasi masalah persaingan usaha ini, dan harus bisa melancarkan sistem impor dan merapikan dan juga sistem kuota harusnya di hilangkan agar pasokan bisa berjalan lancar. Dan perberlakuan bea masuk dengan memberlakukan standar nasional Indonesia untuk menghindari kualitas bawang putih yang rendah saat ini.

Selasa, 03 Juni 2014

Perlindungan Terhadap Konsumen


    Perlindungan konsumen adalah perangkat hukumyang diciptakan untuk melindungi dan terpenuhinya hak konsumen. Sebagai contoh, para penjual diwajibkan menunjukkan tanda harga sebagai tanda pemberitahuan kepada konsumen.

    Di Indonesia UU Perlindungan Konsumen Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen Republik Indonesiamenjelaskan bahwa hak konsumen diantaranya adalah hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengonsumsi barang dan ataujasa; hak untuk memilih barang dan atau jasa serta mendapatkan barang dan atau jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan; hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif; hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan atau penggantian, apabila barang dan atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya; dan sebagainya.Di Indonesia, dasar hukum yang menjadikan seorangkonsumen dapat mengajukan perlindungan adalah:Undang Undang Dasar 1945 Pasal 5 ayat (1), pasal 21 ayat (1), Pasal 21 ayat (1), Pasal 27 , dan Pasal 33.Undang Undang No. 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen (Lembaran Negara Republik Indonesia tahun 1999 No. 42 Tambahan lembaran Negara Republik Indonesia No. 3821Undang Undang No. 5 tahun 1999 Tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Usaha Tidak Sehat.Undang Undang No. 30 Tahun 1999 Tentang Arbritase dan Alternatif Penyelesian SengketaPeraturan Pemerintah No. 58 Tahun 2001 tentang Pembinaan Pengawasan dan Penyelenggaraan Perlindungan KonsumenSurat Edaran Dirjen Perdagangan Dalam Negeri No. 235/DJPDN/VII/2001 Tentang Penangan pengaduan konsumen yang ditujukan kepada Seluruh dinas Indag Prop/Kab/KotaSurat Edaran Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri No. 795 /DJPDN/SE/12/2005 tentang Pedoman Pelayanan Pengaduan Konsumen.

Kasus Hak Cipta

Kasus Pembajakan CD Software

      Penyidik PPNS Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual bersama BSA (Business Software Association) dan Kepolisian melaksanakan Penindakan Pelanggaran Hak Cipta atas Software di 2 tempat di Jakarta yaitu Mall Ambasador dan Ratu Plasa pada hari Kamis (5/4). Penindakan di Mall Ambasador dan Ratu Plaza dipimpin langsung oleh IR. Johno Supriyanto, M.Hum dan Salmon Pardede, SH., M.Si dan 11 orang PPNS HKI. Penindakan ini dilakukan dikarenakan adanya laporan dari BSA (Business Software Association) pada tanggal 10 Februari 2012 ke kantor Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual yang mengetahui adanya CD Software Bajakan yang dijual bebas di Mall Ambasador dan Ratu Plaza di Jakarta. Dalam kegiatan ini berhasil di sita CD Software sebanyak 10.000 keping dari 2 tempat yang berbeda.CD software ini biasa di jual oleh par penjual yang ada di Mall Ambasador dan Ratu Plasa seharga Rp.50.000-Rp.60.000 sedangkan harga asli software ini bisa mencapai Rp.1.000.000 per softwarenya.     
      Selain itu, Penggrebekan ini akan terus dilaksanakan secara rutin tetapi pelaksanaan untuk penindakan dibuat secara acak/random untuk wilayah di seluruh Indonesia. Salmon pardede, SH.,M.Si selaku Kepala Sub Direktorat Pengaduan, Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual, mengatakan bahwa “Dalam penindakan ini para pelaku pembajakan CD Software ini dikenakan pasal 72 ayat 2 yang berbunyi barang siapa dengan sengaja menyiarkan, memamerkan, mengedarkan, atau menjual kepada umum suatu ciptaan atau brang hasil pelanggaran Hak Cipta atau Hak Terkait sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) dan tidak menutup kemungkinan dikenakan pasal 72 ayat 9 apabila dalam pemeriksaan tersangka diketahui bahwa tersangka juga sebagai pabrikan”.


Analisis : Dengan adanya penindakan ini diharapkan kepada para pemilik mall untuk memberikan arahan kepada penyewa counter untuk tidak menjual produk-produk software bajakan karena produk bajakan ini tidak memberikan kontribusi kepada negara dibidang pajak disamping itu untuk menghindari kecaman dari United States Trade Representative (USTR) agar Indonesia tidak dicap sebagai negara pembajak.



Source : cristian2013dotcom.wordpress.com