Sabtu, 20 April 2013

Pembangunan Daerah di Kawasan Papua Barat


Papua Barat





Prop. Papua Barat
Ditinjau dari provinsi Papua Barat yang ber ibukota Manokwari dengan luas daerahnya 115.363,50 km2 setelah memekarkan diri dari wilayah Papua. Menjadi provinsi Indonesia ke-31 pada tanggal 21 November 2001.
Dengan Otsus ( otonomi khusus ) sudah ada kelihatan perkembangan perekonomian daerahnya. Mungkin untuk kedepannya Papua Barat akan terus mengejar dan suatu saat nanti daerah ini optimis akan menjadi provinsi teratas tingkat perekonomian di Indonesia.
Sekarang Papua Barat sudah tersohor kemancanegara lainnya, karena terkenal dengan tempat pariwisata daerah, seperti contohnya : keindahan pulau - pulau diKepulauan Kab. Raja Ampat yang memukai dan memikat turis untuk berliburan kesana.
Memang diakui Papua Barat mempunyai potensi kekayaan hayati flora dan fauna, karena itu Pemerintah Daerah setempat dengan melibatkan pemuka adat dan masyarakat untuk mengelola kekayaan alamnya. Demi untuk meningkatkan dan membangun perekonomian kesejahteraan masyarakat di Papua Barat khususnya. Hal ini membuat investor luarpun berminat untuk menanamkan modalnya disana. Sepertipembangunan perhotelan dan sarana tempat hiburan lainnya.
Selain untuk meningkatkan potensi pariwisata di Kab. Raja Ampat, pemerintah daerah tersebut berusaha untuk mengembangkan potensi perkebunan yang akan dipusatkan di Pulau Pam, Kofiau dan Salawati dengan komoditias utamanya perkebunan kelapa dalam dan kelapa sawit.
Kab. Raja Ampat mempunyai kekayaan alam lainnya seperti : Pertambangan di Pulau Salawati terdapat batubara dan migas, Waigeo dan Gag terdapat nikel, Batanta dan Misool terdapat emas dan bahan baku semen.
Kekayaan lautnya pun tak kalah banyaknya , seperti pengembangan perekonomian masyarakatnya dengan potensi perikanan yang terdapat di kepulauan Ayau, Waigeo, Batanta, Salawati dan Kofiau.
Pemerintahan pusat pun membantu dan berusaha untuk mempromosikan daerah Papua Barat ke mancanegara , yang kaya dengan kekayaan alamnya. Patut berbanggalah masyarakat Papua Barat, mempunyai alam daerahnya yang masih asri hijau membentang luas .
Selain Papua Barat, daerah lainnya di Sumatera seperti Provinsi Bangka Belitung yang sebelumnya masuk ke daerah Provinsi Sumatera Selatan juga telah berkembang perekonomian masyarakatnya. Selain dari itu Provinsi Kepulauan Riau, Provinsi Banten dan yang terbaru Provinsi Kalimatan Utara.
Pemekaran wilayah bertujuan untuk sebagai salah satu langkah cepat atau solusi memajukan kawasan Indonesia yang luas daerahnya, supaya tidak ketinggalan dari daerah lainnya.
Oleh sebab itu, pemekaran di wilayah Papua dengan adanya Otsus (OtonomiKhusus) daerah, merupakan cara yang terbaik untuk mempercepat perkembangan perekonomian masyarakatnya, demi untuk pembangunan kawasan timur wilayah Indonesia.
Dengan adanya Otsus dan pemekaran wilayah , pembangunan kawasan Indonesia Timur khusus nya Papua, dapat dilakukan secara merata. Karena masing-masing Provinsi yang dimekarkan dapat mengajukan anggaran untuk pembangunan daerahnya.
Jadi khususnya di Papua, masyarakat nya harus terus membenahi diri dan mengajukan permohonan pemekaran wilayahnya dengan secepatnya.
Supaya untuk mengerakan roda pembangunan daerahnya, bisa terlaksanakan dengan segera dan terarah dari bantuan pemerintahan pusat untuk masing-masing daerah nya.
Apabila masyarakat Papua, menolak pemekaran wilayahnya. Berarti memperlambatlaju nya roda pengerakan pembangunan perekonomian daerahnya sendiri. Dengan kesadaran masyarakat Papua lah bisa untuk memberantas kemiskinan dan kebodohan masyarakatnya.
Bagaimanapun juga, masyarakat Papua harus bersemangat dan gigih, bersatu untuk memajukan daerahnya, demi untuk anak cucunya masa akan datang.Dan pikirkanlah, pemekaran wilayah Papua dengan segera berarti mempercepat roda pembangunan untuk memajukan perekonomian daerahnya.


Analisis :
                Perkembangan indonesia menyebabkan semakin tingginya persaingan antar provinsi dan institusi dalam memperebutkan sumber-sumber ekonomi bagi kemakmuran. Konsekuensi logis dari kondisi tersebut adalah sebuah provinsi yang kaya dengan sumber daya akan menjadi rebutan dan wahana persaingan. Begitu pula Papua yang merupakan salah satu pulau yang kaya sumber daya alam di Indonesia. Dampak dari persaingan adalah meningkatnya ketidakstabilan keamanan. Untuk itu, kontrol pemerintah sangat penting dalam menciptakan situasi aman dan kondusif bagi terpeliharanya kemakmuran dan keamanan rakyatnya. Hal lain penyebab ketidakstabilan di Pulau Papua adalah ketertinggalan pembangunan jika dibandingkan dengan daerah lain. Ketidakpuasan masyarakat sering dijawab dengan kebijakan yang kurang memperhatikan nilai-nilai lokal sehingga sering melahirkan konflik yang berkepanjangan.
            Tetapi pembangunan daerah dikawasan papua barat melahirkan jawaban baru dengan adanya 1 alam yang sangat menakjubkan didunia, yaitu raja ampat dan banyaknya hotel-hotel yang menarik turis luar negeri untuk mengunjungi kawasan ini, tetapi inilah hanya sebagian kecil dari pembangunan daerah untuk pemekaran dan perluasan daerah disekitar papua barat, Pemerintah masih harus bersifat lebih untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia sebagai pembangunan untuk menghasilkan kinerja perencanaan pembangunan daerah yang strategis, meningkatkan koordinasi perencanaan pembangunan daerah antar wilayah untuk pembanguan yang integral, menetapkan kebijakan perencanaan daerah dan juga meningkatkan pendataan dan informasi agar daerah di papua barat bisa menjadi lebih maju dan berkembang dan juga menjadi kawasan yang menakjubkan di Indonesia di mata Dunia.

Source ;


Rabu, 03 April 2013

Perekonomian Indonesia


Beberapa Permasalahan dan Solusi Perekonomian Indonesia


Pendahuluan.
Selama tiga tahun dari 2005, 2006, dan 2007 perekonomian Indonesia tumbuh cukup signifikan (rata-rata di atas 6%), menjadikan Indonesia saat ini secara ekonomi cukup dipertimbangkan oleh perekonomian dunia. Hal ini dapat dilihat dengan diundangnya Indonesia ke pertemuan kelompok 8-plus (G8plus) di Kyoto Jepang pada bulan Juli 2008 bersama beberapa negara yang disebut BRICS (Brasil, Rusia, India, dan South Africa). Pada tahun 2008 pendapatan per kapita Indonesia sudah meliwati US$ 2.000, bahkan pada tahun 2009, GDP Indonesia ditetapkan di atas angka 5.000 triliun Rupiah atau setara dengan US$ 555 milyar. Angka-angka ini cukup mendukung estimasi bahwa pada tahun 2015 Indonesia sudah menjadi salah satu raksasa ekonomi dunia dengan GDP di atas US$ 1 triliun. Namun masih banyak hambatan yang dihadapi oleh perekonomian Indonesia untuk menuju kesana, misalnya; kondisi infrastruktur perekonomian (seperti jalan, jembatan, pelabuhan dan listrik), tingginya angka pengangguran (kisaran 9%), tingginya inflasi yang disebabkan oleh meningkatnya harga energi dunia (sudah menyentuh 11,,%), belum optimalnya kedatangan FDI ke Indonesia, belum optimalnya peranan APBN sebagai stimulus ekonomi (belum ekspansif).Beberapa permasalahan ekonomi Indonesia.Beberapa permasalahan ekonomi Indonesia yang masih muncul saat ini dijadikan fokus program ekonomi 2008-2009 yang tertuang dalam Inpres Nomor 5 tahun 2008 yang memuat berbagai kebijakan ekonomi yang menjadi target pemerintah yang dapat dikelompokkan ke dalam 8 bidang yaitu: (i) investasi, (ii) ekonomi makro dan keuangan, (iii) ketahanan energi, (iv) sumber daya alam, lingkungan dan pertanian, (v) pemberdayaan usaha mikro kecil dan menengah (UMKM), (vi) pelaksanaan komitmen masyarakat ekonomi ASEAN, (vii) infrastruktur, dan (viii) ketenagakerjaan dan ketransmigrasian.Analisis singkat atas kondisi ke-delapan bidang yang menjadi paket kebijakan ekonomi tahun 2008-2009 adalah sebagaimana berikut ini:[2]

1. Iklim investasi.
Realisasi investasi yang telah dikeluarkan oleh BKPM berdasarkan Izin Usaha Tetap PMDN pada periode 1 Januari s/d 31 Desember 2007 sebanyak 159 proyek dengan nilai realisasi investasi sebesar Rp. 34.878,7 miliar (34,88 triliun Rupiah). Sedangkan realisasi Investasi yang telah dikeluarkan oleh BKPM berdasarkan Izin Usaha Tetap PMA (FDI) pada periode 1 Januari s/d 31 Desember 2007 sebanyak 983 proyek dengan nilai realisasi investasi sebesar US$. 10.349,6 juta (US$ 10,34 milyar).Dibandingkan dengan FDI global yang selama 2007 mencapai rekor sebesar US$ 1.500 milyar dan FDI yang masuk ke Amerika Serikat sebesar US$ 193 miliar, nilai FDI yang masuk ke Indonesia masih sangat rendah yaitu 0,66% terhadap FDI dunia dan 5,18% terhadap FDI ke Amerika Serikat. Walau demikian, masuknya FDI ke Indonesia pada tahun 2007 ini jauh lebih baik dibandingkan dengan masa puncak pra krisis yaitu tahun 1996-1997 yang hanya mencapai US$ 2,98 miliar (1996) dan US$ 4,67 miliar (1997).Menurut hemat penulis realisasi FDI ke Indonesia akan dapat lebih meningkat kalau dua faktor kunci untuk masuknya FDI dibenahi yaitu kondisi infrastruktur, dan masalah birokrasi yang bertele-tele.

2. Kebijakan ekonomi makro dan keuangan
Dari sisi fiskal, pemerintah menerapkan APBN yang cukup baik yaitu dengan sedikit ekspansif walau masih sangat berhati-hati. Hal ini terlihat dari defisit RAPBN tahun 2009 sebesar Rp 99,6 triliun atau 1,9 persen dari PDB (Kompas 15 Agustus 2008), walau defisit APBN masih dapat ditolerir sampai angka 3% (berdasarkan golden rule)[3] . Pada tahun 2009 anggaran yang digunakan untuk belanja modal tercatat sebesar Rp 90,7 triliun lebih besar dari belanja barang sebesar Rp 76,4 triliun (Kompas 15 Agustus 2008). Total belanja pemerintah pada tahun 2009 meningkat menjadi sebesar Rp1.022,6 triliun yang diharapkan lebih berperan dalam menstimulus ekonomi untuk mencapai target pertumbuhan di atas 6,5%. Pemerintah juga pada tahun 2009 berencana untuk memberikan empat macam insentif fiskal yaitu (i) Pembebasan atau pengurangan Pajak Penghasilan (PPh) Badan dalam jumlah dan waktu tertentu kepada investor yang merupakan industri pionir. (ii) Keringanan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), khususnya untuk bidang usaha tertentu pada wilayah atau kawasan tertentu. (iii) Pembebasan atau penangguhan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) atas impor barang modal atau mesin serta peralatan untuk keperluan produksi yang belum dapat diproduksi di dalam negeri selama jangka waktu tertentu. (iv) Pemerintah mengubah perlakuan PPN atas sebagian barang kena pajak yang bersifat strategis dari yang semula dibebaskan menjadi tidak dipungut atau ditanggung pemerintah.Dari sisi moneter, Bank Indonesia dengan instrument BI-rate cukup berhasil untuk mengendalikan inflasi, khususnya core inflation sejak BI rate diterapkan pada tahun 2005. Namun inflasi yang disebabkan oleh adanya kenaikan harga energi dan terganggunya masalah distribusi terutama akibat naiknya harga gas, premium, solar, dan makanan (volatile food)[4] membuat tahun 2008 ini tingkat inflasi cukup tinggi yaitu untuk Januari-Agustus 2008 tercatat 9,4 persen, dan inflasi Agustus 2007-Agustus 2008 mencapai 11,85 persen.Menghadap hal ini BI melakukan antisipasi dengan menaikan BI rate pada bulan-bulan terakhir sampai September 2008, dan saat ini BI rate sudah mencapai 9,25%. Tingginya BI rate ini memang diharapkan dapat menekan angka inflasi namun disisi lain akan berpengaruh terhadap sektor riil karena kenaikan BI rate berakibat terhadap peningkatan tingkat bunga pinjaman di bank-bank komersial.

3. Ketahanan energi.
Sebagaimana kita ketahui bahwa harga energi dunia terus berfluktuasi dan sangat sulit untuk diprediksi. Pada tahun 2008 harga minyak dunia bahkan sudah mencapai rekor tertinggi sebesar US$ 147 per barel pada 11 Juni lalu. Walau saat ini menurun pada kisaran US$ 106, bahkan hari ini tanggal 10 September 2008 harga minyak telah turun dibawah US$ 100  detik.com). Hal ini sangat berbahaya bagi ketahanan energi nasional karena kita tahu bahwa ,sebagai input, naiknya harga energi akan berdampak terhadap kenaikan biaya produksi dan harga jual. Disamping kenaikan biaya produksi dan harga jual akan mengurangi daya saing produk Indonesia di pasar internasional apalagi pada saat ini sedang terjadi penurunnya daya beli masyarakat internasional akibat inflasi yang meningkat hampir disemua negara tujuan utama ekspor Indonesia yaitu Amerika Serikat, Negara Eropa (EU), dan Asia Timur (Jepang, Korea Selatan dan China). Dalam rangka ketahanan energi ini, pemerintah melakukan diversifikasi energi dengan misalnya memproduksi bio-fuel yang merupakan pencampuran produk fosil dengan nabati (minyak kelapa sawit). Namun muncul kendala program ini karena saat ini harga komoditi yang menggunakan bahan baku kelapa sawit mengalami kenaikan yang luar biasa yaitu Crude Palm Oil (CPO). Akibatnya, produsen kelapa sawit menjadi gamang dalam menggunakan kelapa sawit apakah untuk digunakan sebagai bio energy atau untuk menghasilkan CPO yang ditujukan untuk ekspor. Beberapa pengamat mengatakan sebaiknya Indonesia lebih mengembangkan energy geothermal (panas bumi) yang cadangannya sangat berlimpah di Indonesia (terbesar di dunia) karena biaya investasi yang mahal untuk investasi energi pada geothermal ini akan di offset oleh turunnya subsidi pemerintah untuk bahan bakar minyak karena adanya peralihan penggunaan energi dari minyak ke geothermal.

4. Kebijakan sumber daya alam, lingkungan dan pertanian
Indonesia beruntung memiliki sumber daya alam yang melimpah baik bahan tambang, hutan, pertanian, hasil laut, dan cahaya matahari yang sepanjang tahun. Untuk itu, sumber daya alam yang ada harus dikelola dengan baik bagi peningkatan pertumbuhan ekonomi dan peningkatan kesejahteraan ekonomi rakyat (welfare). Sejauh ini Indonesia telah memanfaatkan banyak bahan tambang bagi pertumbuhan ekonomi seperti minyak bumi, batubara, gas, bijih besi, emas, nikel, timah dan lain sebagainya. Namun pemanfaatan sumber daya alam ini membawa dampak negatif (negative externalities) terhadap lingkungan berupa penggundulan hutan penghancuran bukit-bukit yang tentunya berdampak sangat negatif terhadap kondisi lingkungan. Disisi pertanian, walau banyak kemajuan yang dicatat Indonesia masih mengimpor beras, dan produk pertanian lain seperti kedele, dan hasil perkebunan (gula). Ditargetkan pada tahun 2009, Indonesia sudah dapat berswasembada beras dan gula.

5. Pemberdayaan usaha mikro kecil dan menengah (UMKM).
Sektor usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) ini merupakan sektor ekonomi yang cukup tangguh terutama pada saat krisis ekonomi 1998 dimana banyak pelaku ekonomi besar bertumbangan. Beberapa program yang akan diterapkan oleh pemerintah menyangkut pengembangan usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) ini adalah peningkatan akses UMKM pada sumber pembiayaan dengan (i) Meningkatkan kapasitas kelembagaan dan akses UMKM pada sumber pembiayaan. (ii) Memperkuat sistem penjaminan kredit bagi UMKM. (iii) Mengoptimalkan pe-manfaatan dana non perbankan untuk pemberdayaan UMKM. Disamping itu akan dilakukan juga pengembangan kewirausahaan dan sumber daya manusia (SDM) dengan (i) Meningkatkan mobilitas dan kualitas SDM. (ii) Mendorong tumbuhnya kewira-usahaan yang berbasis teknologi. Hal lainnya adalah peningkatan peluang pasar produk UMKM dengan (i) Mendorong berkembangnya institusi promosi dan kreasi produk UMKM. (ii) Mendorong berkembangnya pasar tradisional dan tata hubungan dagang antar pelaku pasar yang berbasis kemitraan. (iii) Mengembangkan sistem informasi angkutan kapal untuk UMKM. (iv) Mengembangkan sinergitas pasar. Terakhir adalah reformasi regulasi dengan (i) Menyediakan insentif perpajakan untuk UMKM. (ii) Menyusun kebijakan di bidang UMKM.

6. Pelaksanaan komitmen masyarakat ekonomi ASEAN.
Sebagai anggota penting ASEAN Indonesia berkomitmen untuk melaksanakan program yang telah ditetapkan oleh organisasi yaitu pelaksanaan komitmen Masyarakat Ekonomi ASEAN (ASEAN Economic Community - AEC). Beberapa langkah ke depan adalah (i) Komitmen AEC untuk Arus Barang Secara Bebas (ii) Komitmen AEC untuk Arus Jasa
Secara Bebas (iii) Komitmen AEC untuk Arus Penanaman modal Secara Bebas (iv) Komitmen AEC untuk Arus Modal Secara Bebas (v) Komitmen AEC untuk Arus Tenaga
Kerja Terampil Secara Bebas (vi) Komitmen AEC untuk Perdagangan Makanan, Pertanian, dan Kehutanan (vii) Komitmen AEC untuk Menuju Kawasan Ekonomi Yang Kompetitif (viii) Sosialisasi Pelaksanaan Komitmen Masyarakat Ekonomi ASEAN 2015

7. Infrastruktur.
Sebagaimana disinggung di depan, kondisi infrastruktur ekonomi Indonesia berada pada titik yang nadir. Kalau pada masa orde baru, kondisi infrastruktur Indonesia mengalami titik puncak, seiring dengan meningkatnya pertumbuhan ekonomi infrastruktur yang ada sudah tidak lagi memadai. Belum lagi kondisi infrastruktur yang kualitasnya menurun seiring berjalannya waktu. Banyaknya jalan dan jembatan yang rusak ini tidak terlepas dari masa-masa sulit APBN kita yang sampai tahun 2004 lebih dikonsentrasikan kepada pembayaran hutang dan belanja barang dan gaji pegawai. Di tahun 2009, perlu ditingkatkannya belanja pemerintah untuk keperluan infrastruktur ini disamping menerapkan KPS (Kerjasama Pemerintah dan Swasta) untuk membangun jalan, jembatan, pelabuhan, perlistrikan, telekomunikasi dan lain-lain.

8. Ketenagakerjaan dan ketransmigrasian.
Masalah pengangguran di Indonesia masih menjadi masalah ekonomi utama yang sampai saat ini belum bisa diatasi. Sampai tahun 2008, tingkat pengangguran terbuka masih berada pada kisaran 9% dari jumlah angkatan kerja atau berada pada kisaran 9 juta orang. Sebagaimana kita ketahui, bahwa terjadi perubahan patern perekonomian paska krisis dari usaha yang padat karya ke usaha yang lebih padat modal. Akibatnya pertumbuhan tenaga kerja yang ada sejak tahun 1998 s/d 2004 terakumulasi dalam meningkatnya angka pengangguran. Dilain sisi, pertumbuhan tingkat tenaga kerja ini tidak diikuti dengan pertumbuhan usaha (investasi) yang dapat menyerap keberadaannya. Akibatnya terjadi peningkatan jumlah pengangguran di Indonesia yang pada puncaknya di tahun 2004 mencapai tingkat 10% atau sekitar 11 juta orang. Untuk menangani masalah pengangguran ini pemerintah perlu memberikan fasilitas baik fiskal, perkreditan, maupun partnership untuk menciptakan usaha yang bersifat padat karya dalam rangka menyerap kelebihan tenaga kerja yang ada.Menyangkut masalah ketransmigrasian ada yang berubah pada penanganannya dibandingkan dengan masa orde baru. Kala itu program transmigrasi berjalan dengan sangat gencar dengan hasil yang bervariasi. Di satu daerah program transmigrasi berjalan baik tapi di daerah lain mengalami kegagalan, namun secara keseluruhan program transmigrasi berjalan lumayan. Paska krisis, program transmigrasi kelihatannya mati suri atau sudah hampir tidak lagi terdengar gaungnya. Apalagi sejak berlakunya otonomi daerah dimana kewenangan mengatur daerah diserahkan kepada pemerintah daerah, termasuk mengatur datangnya penduduk dari luar daerah. Saat ini tentunya perlu ada koordinasi antara pusat dengan daerah menyangkut masalah transmigrasi ini.(szk)