Selasa, 21 Mei 2013

"Kasus Pembangunan Daerah"

KETIMPANGAN PEMBANGUNAN DI KABUPATEN KEEROM (Catatan Realitas Sosial di Keerom)

         Keerom berbatasan langsung dengan negara tetangga Papua New Guinea (PNG). Letaknya tidak jauh dari Kota Jayapura (± 50 km). Arus transportasi dari dan ke Keerom cukup lancar, kecuali ke beberapa distrik seperti Waris dan Senggi agak sulit karena jalan kurang bagus. Demikian halnya dengan distrik terjauh, Touwe harus menggunakan pesawat.
         Keerom sebelumnya menjadi bagian dari Kabupaten Jayapura. Seiring geliat pemekaran daerah di tanah Papua, Keerom menjadi Kabupaten definitif pada 12 April 2003. Semenjak itu genderang pembangunan ditabuh dan aktivitas pemerintahan dijalankan demi dan untuk menyejahterakan masyarakat.
Kita selalu mendengar bahwa pemekaran dimaksudkan sebagai upaya memperpendek birokrasi pelayanan kepada masyarakat. Artinya, dengan pemekaran diharapkan pelayanan kepada masyarakat dapat terjangkau. Ide dasar pemekaran sangat mulia, tetapi dalam implementasinya perlu dikritisi bahkan harus diragukan, karena realitas menunjukkan bahwa setelah pemekaran, pelayanan kepada masyarakat tetap berjalan di tempat. Terutama orang Asli Papua kurang mendapat sentuhan pelayanan dan pembangunan.
Situasi ini pun terjadi dan berlangsung di Kabupaten Keerom, setelah hampir sepuluh tahun dimekarkan, kurang membawa dampak positif bagi pembangunan masyarakat, khususnya bagi orang Asli Papua, yang berdomisili di kabupaten ini. Kita menyaksikan bahwa orang Asli Papua justru semakin termarginal. Lihat saja kehidupan orang Asli Papua, yang berada di pinggiran pusat pemerintahan Kabupaten Keerom, seperti Kampung Arso dan Workwana, yang mana masyarakatnya sangat jauh dari kesejahteraan.
Pada waktu yang sama, kita juga dapat menyaksikan situasi makmur yang dialami oleh warga transmigrasi di Arso 2, Arso Swakarsa, dan lokasi trans lainnya. Bahkan pembangunan lebih terfokus ke daerah-daerah transmigrasi, sementara orang Asli Papua diabaikan.
         Contoh konkret adalah sarana jalan di Arso 2 ditimbun dengan baik, bahkan diaspal hingga ke jalur-jalur perumahan warga, sedangkan jalan ke daerah pemukiman orang Asli Papua rusak parah. Listrik di Arso 2 menyala 24 jam, sedangkan di perkampungan orang Asli Papua belum ada aliran listrik.
Ada banyak contoh ketimpangan pembangunan dan pelayanan di bidang kesehatan, pendidikan, perekonomian, perumahan dan lainnya yang memperlihatkan ketidakberpihakan pemerintah terhadap orang Asli Papua. Rupanya pemerintah lebih berminat melakukan pembangunan dan perbaikan infrastruktur di daerah perkotaan, yang dikuasai kaum imigran ketimbang melakukan pembangunan di kampung-kampung yang dihuni oleh orang Asli Papua.
         Jika pola pembangunan demikian tidak dibenahi, maka akan menimbulkan gapyang amat dalam antara orang Asli Papua dengan kaum imigran. Orang Asli Papua akan melarat di atas tanahnya, sementara kaum imigran hidup makmur. Jika kesenjangan sosial ini tetap terpelihara dapat dipastikan bahwa suatu waktu akan terjadi gesekan sosial yang merugikan banyak pihak.
Saya mengalami dan menyaksikan bahwa permasalahan ini berkaitan dengan itikad baik pemerintah untuk memproteksi orang Asli Papua. Sampai saat ini, belum ada kebijakan untuk memberikan perlindungan khusus bagi orang Asli Papua Kabupaten Keerom. Mereka tersisih di tengah gencarnya pembangunan di Kabupaten Keerom. Kita dapat bertanya: “Pembangunan di Kabupaten Keerom untuk siapa? Hanya untuk kaum imigran kah? Manakah kekhususan bagi orang Asli Papua?”
         Kita turut prihatin atas ketimpangan pembangunan dan pelayanan yang kurang seimbang antara orang Asli Papua dengan kaum imigran. Padahal, pada era otsus Papua, seharusnya orang Asli Papua mendapat perhatian lebih serius dalam seluruh aspek pelayanan. Bukannya untuk menciptakan kecemburuan sosial, tetapi demi perlindungan, sebagaimana yang diamanatkan dalam otsus Papua.
Ke depan, pemerintah Kabupaten Keerom harus memberikan perhatian lebih serius kepada orang Asli Papua yang hidup di distrik terpencil: Arso Timur, Waris, Senggi, Web dan Touwe. Pemerintah wajib memperhatikan orang Asli Papua yang hidup di kampung-kampung terpencil dengan memberikan pelayanan -secara lebih serius-di bidang pendidikan, kesehatan, perekonomian, perumahan, air bersih, listrik dan infrastruktur jalan yang memadai.

Analisis :
         Untuk Mengatasi masalah Pembangunan Daerah menurut saya adalah sebagai berikut :
Pertama, strategi pembangunan inklusif yang mengutamakan keadilan, keseimbangan dan pemerataan. Semua pihak harus dan ikut berpartisipasi dalam proses pembangunan melalui penciptaan iklim kerja untuk meningkatkan harkat hidup keluar dari kemiskinan. Seluruh kelompok masyarakat harus dapat merasakan dan menikmati hasil-hasil pembangunan terutama masyarakat yang tinggal di kawasan perbatasan, kawasan perdesaan, daerah pedalaman, daerah tertinggal dan daerah pulau terdepan. 

Kedua, strategi pembangunan berdimensi kewilayahan. Strategi pembangunan wilayah mempertimbangkan kondisi geografis, ketersediaan sumber daya alam, jaringan infrastruktur, kekuatan sosial budaya dan kapasitas sumber daya manusia menyebabkan yang tidak sama untuk setiap wilayah. 

Ketiga, penyediaan prasarana dan sarana, peningkatan SDM, pusat-pusat penelitian, pembangkit listrik dan penyediaan air bersih; serta perbaikan pelayanan sesuai standar pelayanan minimal. 

Dalam upaya mendukung percepatan pembangunan wilayah, kebijakan pembangunan wilayah diarahkan untuk: (1) pengembangan kawasan strategis dan cepat tumbuh, (2) pengembangan daerah tertinggal, kawasan perbatasan, dan rawan bencana, (3) pengembangan kawasan perkotaan dan perdesaan, dan (4) penataan dan pengelolaan pertanahan agar tidak terjadinya ketimpangan pembangunan daerah.

Kesimpulannya :
         Pembangunan daerah menjadi titik acuan bagi majunya bangsa Indonesia kita, masalah pembangunan daerah harus segera di perhatikan bagi daerah-daerah yang tertinggal, perbatasan ataupun daerah yang masih kurang pengembangan di daerahnya, pemerintah harus lebih memperhatikan daerah-daerah yang masigh terjadi ketimpangan dalam pembangunan daerah dengan mengatasinya secara nyata dan pasti  dengan memperbaiki atau menciptakan infrastruktur yang baik, sarana dan prasarana yang memadai serta pembangunan lainnya untuk kemakmuran daerah dan masyarakat sebagaimana mestinya.

Source :